Tag Archives: menjadi

SURAT PEMBACA: Mari Kita Menjadi Bandar Narkoba

 

KEJAHATAN narkoba merupakan salah satru kejahatan extra ordinary di samping korupsi dan terorisme, sebab dampak negatifnya sangat luar biasa. Oleh karena itu, logikanya, kejahatan extra ordinary harus mendapatkan hukuman yang luar biasa berat, terutama hukuman mati. Apalagi hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi . Baru kejahatan terorisme yang dijatuhkan hukuman berat, terutama hukuman mati. Sedangkan hukuman bagi para koruptor secara umum masih tergolong sangat rendah. Sementara itu hukuman mati bagi bandar narkoba sebenarnya juga pernah dilakukan di Indonesia.

Namun, banyak orang menjadi sangat kecewa ketika SBY memberi grasi kepada para bandar narkoba, mulai dari pengurangan hukuman yang cukup signifikan hingga menggantikan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Bahkan ada putusan hakim yang memberikan hukuman yang sangat ringan. Grasi memang hak prerogatif presiden, namun harus diberikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang komprehensif dan bijaksana.

Alasan peniadaan hukuman mati bagi bandar narkoba dengan alasan kemanusiaan tidaklah bisa diterima. Satu bandar narkoba bisa membunuh ribuan orang Indonesia terutama generasi muda. Tidaklah bijaksana kalau menyelamatkan satu atau beberapa nyawa bandar narkoba tetapi membiarkan ribuan orang tewas karena narkoba. Alasan hukuman mati karena tidak efektif untuk menurunkan angka kejahatan narkoba atau tidak menimbulkan efek jera atau dengan alasan HAM adalah alasan yang tidak signifikan. Tujuan hukum adalah keadilan. Adilkah bandar narkoba yang mampu membuh ribuan orang dibebaskan dari hukuman mati atau mendapatkan keringanan hukuman yang luar biasa besar? Tidak! Grasi terhadap bandar narkoba seolah-olah mengatakan “Mari kita menjadi bandar narkoba”. Benar-benar memprihatinkan.

SURAT PEMBACA: Warga DKI Jakarta Jangan Menjadi Golput Fundamental

HAMPIR tiap pemilu/pemilukada, golput selalu menjadi pemenangnya. Baikkah? Belum tentu. Sebab, sebenarnya ada tiga macam golput. Yaitu, golput fundamental, golput situasional dan golput rasional. Ketiga macam golput itu harus dipahami para golputer supaya mereka tahu apa kelemahan dan kelebihan mereka bersifat golput.

Golput fundamental. Dasar pemikirannya adalah apatisme. Parpol apapun dan politisi siapapun yang akan maju, dianggap tidak bisa dipercaya lagi. Anggapan mereka, semua parpol dan politisi adalah pembohong rakyat dan bermental korup. Golput situasional. Yaitu, golput karena situasi. Antara lain, karena sakit, dalam perjalanan jauh, terpengaruh orang lain, sibuk bekerja yang tidak bisa ditinggalkan, mencari uang (karena sangat miskin), karena cacat fisik yang tidak memungkinkan pergi ke TPS, karena sedang ada musibah (keluarga meninggal), lebih baik menikmati hari libur  dan karena situasi-situasi lainnya.

Sedangkan golput rasional adalah mereka yang berpikir rasional. Jika, tidak ada parpol/politisi yang berkualitas, mereka akan golput. Tetapi, jika ada parpol/politisi yang berkualitas, merekapun tidak golput dan datang ke TPS untuk memilih. Karena pada Pemilu DKI Jakarta 2012 ada calon pemimpin yang berkualitas, walaupun saya bukan warga DKI Jakarta, saya mengimbau para warga DKI Jakarta yang menjadi golput fundamentalis maupun golput situasional, beralih menjadi golput rasional. Artinya, karena ada calon yang berkualitas, sebaiknya pada putaran kedua nanti, warga DKI Jakarta yang semula golput, jangan golput lagi. Gunakan hak pilih Anda demi perubahan Kota Jakarta secara signifikan.

 Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318

SURAT PEMBACA: Tidak Etis Ustdaz/Ustadzah Menjadi Bintang Iklan Produk Komersil

DI ARAB SAUDI  , istilah ustadz punya kedudukan tinggi. Hanya mereka yang bergelar  doktor (S-3) yang telah menyandang predikat profesor saja yang berhak diberi predikat Al-Ustadz. Yang berarti  profesor di bidang ilmu agama. Sedangkan di Indoinesia, istilah ustadz berarti guru agama biasa. Tugasnya yaitu mengajarkan agama Islam ke masyarakat terutama secara langsung ataupun tidak langsung, termasuk melalui televisi.

Sayang, beberapa ustadz lebih sering tampil di televisi bukan sebagai ustadz, tetapi lebih sebagai bintang iklan produk komersil. Dalam hal ini jelas pihak perusahaan telah memanfaatkan atau bahkan memperalat pengaruh ustadz terhadap para umat Islam agar membeli produk komersilnya. Artinya, iklan tersebut telah menunggangi dan membelokkan tugas dan fungsi ustadz yang sesungguhnya. Sehingga muncul istilah ustadz komersil.

Boleh saja seorang ustadz menjadi iklan, asal iklan yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Misalnya, iklan pencerahan tentang keluarga berencana, iklan yang bersifat memotivasi, iklan penyadaran tentang pentingnya mempertahankan NKRI dan semacamnya. Namun, kalau seorang ustadz sudah mengkomersilkan ketenarannya sebagai ustadz, demi kepentingan produk komersil, maka itu sudah memasuki wilayah etika. Artinya, kurang etis kalau seorang ustadz mempengaruhi umatnya agar membeli produk komersil tertentu. Bukan lagi demi kepentingan umat, melainkan demi kepentingan keuntungan pengusaha.

 Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318

SURAT PEMBACA: Syarat Menjadi Capres-Cawapres Sebaiknya Diperketat

KALAU Indonesia ingin mengurangi praktek-praktek korupsi,kolusi, nepotisme,suap, sogok dan pungli, terutama di kalangan para politisi, maka sebaiknya dimulai dulu dengan cara memperketat syarat-syarat menjadi capres-cawapres. Antara lain: 1). Minimal lulusan S1 dari perguruan tinggi yang “credible”, (2). Benar-benar sehat jasmani-rohani, (3). Lulus tes psikologi, terutama tes IQ dan tes kepribadian, (5). Tidak pernah tersangkut perkara pidana-perdata dan tidak berstatus saksi, tersangka ataupun terdakwa, dan (5). Pencalonan bersifat “bottom-up” (dicalonkan rakyat) dan bukan “top down” (mencalonkan diri)

Di samping itu tiap capres-cawapres harus memiliki “program tertulis” yang bersifat wajib . Yaitu: (1).Swasembada pangan atau swasembada sembako, (2). Menasionalisasikan sumber daya alam secara bertahap , (3).Mempunyai program jelas tentang pencegahan praktek-praktek korupsi, kolusi,nepotisme, suap, sogok dan pungli, (4). Memprioritaskan pembangunan di wilayah perbatasan, daerah terpencil dan daerah tertinggal dengan anggaran yang signifikan dan (5). Berdaulat di bidang ekonomi, politik, teknologi, keuangan, budaya dan sektor lain yang bersifat pro-rakyat.Semua dalam kurun waktu lima tahun dan berlandaskan Pancasila.

Kampanye sebaiknya dibatasi melalui televisi, radio ,surat kabar dan spanduk. Hal ini untuk mengurangi biaya politik tinggi (high cost politics) yang bisa berakibat munculnya praktek-praktek korupsi. Media kampanye berupa baliho, media kampanye yang ditempel di tembok, pohon (brosur,pamflet dan semacamnya) harus dilarang karena menganggu dan merusak keindahan kota.

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318