Tag Archives: hukuman

SURAT PEMBACA: Reformasi KUHP Memang Mutlak Dilakukan

Image

SALAH satu penyebab lemahnya penegakan hukum adalah sifat daripada hukum itu sendiri, di samping tentunya faktor manusianya. Dalam hal ini KUHP dinilai belum mampu mencerminkan keadilan yang seadil-adilnya. Sehingga bisa memunculkan adanya gagasan agar Hukum Islam saja yang diberlakukan. Atau adanya ejekan bahwa hukum di Indonesia ibarat pisau yang tajam ke bawah tumpul ke atas.

Ada beberapa penyebab lemahnya penegakan hukum yang bersumber dari KUHP. Pertama, adanya sistem hukuman interval (minimal sekian tahun maksimal sekian tahun). Sistem ini semula diharapkan bisa adil berdasarkan pertimbangan keadilan, namun dalam praktek pertimbangan keadilan berubah menjadi pertimbangan “wani piro”. kalau berani bayar mahal, hukum bisa ringan, kalau tidak bisa bayar mahal, hukumannya berat. Juga berakibat, kasus yang sama 100%, tetapi lama hukumannya bisa berbeda. Ada baiknya sistem hukuman interval diganti dengan sistem hubungan pasti atau bersifat matematis. Misalnya korupsi Rp 1 juta s/d Rp 10 juta, hukumannya 3 tahun dan berlaku kelipatannya.

Kedua, banyak  pasal yang multitafsir harus diberi penjelasan dan contoh. Antara lain pasal perbuatan yang tidak menyenangkan serta pasal pencemaran nama baik. Pasal multitafsir atau pasal karet cukup banyak di KUHP. Ketiga, hukuman untuk perbuatan pidana ekstra ordinari (korupsi, narkoba dan terorisme) harus diperberat. Kempat, jika kejahatan pidana dilakukan oleh pejabat publik ataupun keluarganya, maka hukumannya harus lebih berat. Kelima, hukuman yang diatur dalam KUHP dan IT dalam kasus yang sama harus sama hukumannya. Misalnya dalam kasus pencemaran nama baik.

Sumber foto/gambar:  arsyadshawir.blogspot.com 

SURAT PEMBACA: Mari Kita Menjadi Bandar Narkoba

 

KEJAHATAN narkoba merupakan salah satru kejahatan extra ordinary di samping korupsi dan terorisme, sebab dampak negatifnya sangat luar biasa. Oleh karena itu, logikanya, kejahatan extra ordinary harus mendapatkan hukuman yang luar biasa berat, terutama hukuman mati. Apalagi hukuman mati tidak bertentangan dengan konstitusi . Baru kejahatan terorisme yang dijatuhkan hukuman berat, terutama hukuman mati. Sedangkan hukuman bagi para koruptor secara umum masih tergolong sangat rendah. Sementara itu hukuman mati bagi bandar narkoba sebenarnya juga pernah dilakukan di Indonesia.

Namun, banyak orang menjadi sangat kecewa ketika SBY memberi grasi kepada para bandar narkoba, mulai dari pengurangan hukuman yang cukup signifikan hingga menggantikan hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup. Bahkan ada putusan hakim yang memberikan hukuman yang sangat ringan. Grasi memang hak prerogatif presiden, namun harus diberikan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang komprehensif dan bijaksana.

Alasan peniadaan hukuman mati bagi bandar narkoba dengan alasan kemanusiaan tidaklah bisa diterima. Satu bandar narkoba bisa membunuh ribuan orang Indonesia terutama generasi muda. Tidaklah bijaksana kalau menyelamatkan satu atau beberapa nyawa bandar narkoba tetapi membiarkan ribuan orang tewas karena narkoba. Alasan hukuman mati karena tidak efektif untuk menurunkan angka kejahatan narkoba atau tidak menimbulkan efek jera atau dengan alasan HAM adalah alasan yang tidak signifikan. Tujuan hukum adalah keadilan. Adilkah bandar narkoba yang mampu membuh ribuan orang dibebaskan dari hukuman mati atau mendapatkan keringanan hukuman yang luar biasa besar? Tidak! Grasi terhadap bandar narkoba seolah-olah mengatakan “Mari kita menjadi bandar narkoba”. Benar-benar memprihatinkan.

SURAT PEMBACA: Terbukti Hukuman Mati untuk Koruptor Di China Tidak Efektif

LOGIKA hukum yang benar mengatakan bahwa, efektivitas hukum bukan soal hukum Islam atau bukan hukum Islam. Bukan soal pelanggaran HAM atau bukan pelanggaran HAM. Bukan soal melanggar UUD 1945 ataupun tidak melanggar UUD 1945. Bukan soal banyaknya ulama Islam yang mendukung atau yang tidak mendukung hukuman mati.. Efektivitas hukuman mati adalah soal efektif atau tidak efektif hukuman mati itu sendiri..

Efektif atau tidaknya pemberantasan korupsi diukur menggunakkan IPK (Indek Persepsi Korupsi) atau Corruption Perception Index atau ICP yang sudah diakui seluruh negara di dunia.IPK korupsi di China :Tahun 2002 IPK = 3.5;Tahun 2003 IPK = 3.4,Tahun 2004 IPK = 3.4,Tahun 2005 IPK = 3.2,Tahun 2006 IPK = 3.3,Tahun 2007 IPK = 3.5,Tahun 2008 IPK = 3.6,Tahun 2009 IPK = 3.6,Tahun 2010 IPK = 3.5. IPK Rata-rata :3 (buruk)

Berarti, penanggulan korupsi di China tidak signifikan ,buruk atau tidak efektif. Berarti pula, hukuman mati bagi koruptor tidak signifikan menurunkan angka korupsi.

China cuma menduduki peringkat ke 78 dalam pemberantasan korupsi (walaupun ada ancaman hukuman mati).Sedangkan Denmark,yang tidak menerapkan hukuman mati bagi para koruptor, memiliki nilai IPK 9 (paling baik) dan menduduki peringkat 1 di dunia. Data selengkapnya di: http://en.wikipedia.org/wiki/Corruption_Perceptions_Index

Hariyanto Imadha

Facebooker/Blogger

Catatan:

-Sumber foto: matanews.com

-Terkirim ke: 200 surat kabar

SURAT PEMBACA:Saatnya Menghapus Hukuman Mati

BANYAK protes ketika hukuman mati diihapus dari UU Tipikor. Artinya hukuman mati bagi koruptor ditiadakan. Sejak saat itu muncul pro-kontra hukuman mati. Sebagian berpendapat bahwa agama Islam membolehkan adanya hukuman mati. Sebagian lagi menyatakan tidak setuju karena berdasarkan hasil survei PBB, hukuman mati terbukti tidak efektif menimbulkan efek jera bagi pelaku atau calon pelaku.

Yang harus dipahami.Pertama,kita hidup di Indonesia yang bukan negara Islam. Kedua, sudah terbukti bahwa para teroris dan bandar narkoba yang dijatuhi hukuman mati, tidak menimbulkan efek jera. Ketiga, tujuan hukuman adalah efektivitas daripada hukuman itu. Jadi, bukan hukum demi hukum, tetapi hukum demi efektivitas hukum. Keempat, walaupun tokoh Islam setuju, belum tentu tokoh agama lainnya setuju. Kelima, kalau memang kita menjunjung Bhineka Tunggal Ika, maka pro-kontra hukuman mati harus dipertimbangkan secara cerdas.

Meskipun beberapa tokoh MUI, NU, Muhammadiyah, Machfud MD dan tokoh-tokoh lainnya setuju hukuman mati bahkan tidak bertentangan dengan UUD 1945, namun kenapa tiba-tiba ketika banyak TKI akan dijatuhi hukuman mati, justru banyak masyarakat Indonesia, terutama para tokoh ribut-ribut memperjuangkan mati-matian agar para TKI itu tidak dijatuhi hukuman mati? Di sini, ada sebuah kontradiksi alam berlogika.

Menurut saya, kalau hukuman mati memang terbukti efektif menimbulkan efek jera, maka saya setuju agar hukuman mati tetap dipertahankkan. Tetapi, perlukan hukuman mati tetap dipertahankan kalau ternyata terbukti tidak efektif menimbulkan efek jera? Bukankah sesuatu yang mubazir justru yang dihindari agama Islam? Hukuman mati, bukan soal Islam atau tidak Islam. Bukan bertentangan atau tidak bertentangan dengan UUD 1945. Tetapi, soal efektif atau tidak efektif.

Sumber foto: reginaphoenixwordpresscom

Hariyanto Imadha

Facebooker/Blogger

READER LETTER:

Time to Remove Death Penalty

MANY protests when the death penalty is removed from Corruption Act (UU Tipikor). This means that abolished the death penalty for corrupt. Since then it appears the pro and contra of the death penalty. Some argue that Islam allows the death penalty. And some states do not agree, because according to UN surveys, proved ineffective death penalty a deterrent effect for the perpetrators or potential perpetrators.

What must be understood. First, we live in Indonesia which is not an Islamic state. Second, it is evident that the terrorists and drug dealers who were sentenced to death, not a deterrent effect. Third, the purpose of punishment is effective than punishment. So, not the law by law, but laws for the sake of the effectiveness of the law. Fourth, even though Islamic leaders agree, not necessarily the other religious leaders agree. Fifth, if indeed we hold Unity in Diversity (Bhinneka Tunggal Ika), the pro and contra of the death penalty should be considered more intelligent.

Although several prominent MUI, NU, Muhammadiyah, Machfud MD or MK and other figures do not even agree the death penalty against the 1945 Constitution, but why all of a sudden when many workers will be sentenced to death, just a lot of Indonesian people, especially leaders riotous fight like hell for the workers were not sentenced to death? Here, there is a natural contradiction logic.

In my opinion, if proven effective death penalty is a deterrent effect, then I agree for the death penalty is retained. However, the death penalty need be retained if it proved ineffective deterrent effect? Did not something just to avoid redundant Islamic religion? The death penalty, not about Islamic or not Islamic. Not contrary to or not violate the 1945 Constitution. However, the issue of effective or ineffective.

Source photo: reginaphoenixwordpresscom

Hariyanto Imadha

Facebooker / Bloggers