Tag Archives: jakarta

SURAT PEMBACA: Bus TransJakarta Sebaiknya Diganti Trem Paris

Image

JAKARTA sebagai ibukota dengan jumlah penduduk yang begitu banyak, tentu membutuhkan sarana transportasi umum yang memadai. Di samping sedang dimulainya pembangunan MRT dan menyusul monorail, juga telah tersedia bus Transjakarta, bus kota, Kopaja dan Metromini. Namun, keberadaan bus TransJakarta tergolong masih memiliki beberapa masalah. Antara lain, lajur busway yang sering diserobot kendaraan lain. Juga, bus tersebut punya andil terciptanya polusi udara yang mengganggu kesehatan. Bus TransJakarta juga mengkonsumsi BBM yang merupakan energi yang tidak bisa diperbarui. Apalagi kalau BBM-nya impor, tentu akan membebani APBN/APBD. Lagipula, bisa diprediksikan nasib bus-bus tersebut akan sama dengan pendahulunya, yaitu bus PPD yang akhirnya banyak yang rusak.

Atas dasar itu, ada baiknya, apabila bus-bus tersebut telah berusia uzur sekitar 10-15 tahun, atau secara teknis maupun ekonomis tak layak operasional, sebaiknya diganti saja dengan trem Paris. Dan lajur busway diubah menjadi lajur tramway. Kelebihan trem Paris yaitu bebas dari polusi atau ramah lingkungan. Lajur yang menggunakan rel harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak bisa dilalui kendaraan lain kecuali pada ruas-ruas tertentu terutama di persimpangan. Di samping itu, usia teknis dan ekonomis trem Paris lebih lama. Bentuknya juga artistik dan nyaman. Kelebihan lain yaitu, trem Paris memiliki daya angkut yang lebih besar.Tentunya harus ada rel yang menghubungkan ke salah satu setasiun kereta api supaya jika terjadi kerusakan, trem Paris tersebut bisa dibawa ke bengkel milik PT KAI (tentu ada kerja sama).

Dengan adanya trem Paris yang melalui rel, maka laju trem akan lebih stabil dibandingkan dengan bus TransJakarta. Trem Paris sudah lama diberlakukan di Paris dan merupakan transportasi masal yang menarik dan nyaman. Kalau Paris bisa mengelola trem Paris, tentunya Provinsi DKI Jakarta pasti juga lebih mampu lagi. Betapapun juga, trem Paris memiliki lebih banyak kelebihan dibandingkan bus-bus TransJakarta. (Sumber foto: plansdumetro.com).

Hariyanto Imadha

BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11

Tangerang Selatan 15318

SURAT PEMBACA: Bentuk Stiker Ganjil-Genap Harus Berbeda

Image

TIAP kebijakan pemerintah yang tujuannya baik, sebaiknya kita dukung. Jika berpotensi mengandung kelemahan-kelemahan, sebaiknya kita memberikan alternatif solusi. Jangan sampai kita asal menolak tetapi tidak memberikan solusi. Oleh karena itu kebijakan sistem GG (ganjil-genap) untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di jakarta (sebaiknya diterapkan di Jabodetabek) harus kita dukung.

Kabarnya, basis sistem GG adalah menggunakan stiker hologram. Kalau tidak salah, ukurannya 10 Cm X 15 Cm dibedakan warna merah dan warna hijau. Yang saya khawatirkan adalah apabila stiker ganjil-genap ukurannya sama. Sebab itu rawan diakal-akali. Misalnya, hari ini sistem ganjil, kaca mobil tentu saja mengggunakan stiker ganjil dan plat nomor ganjil (asli). Besok jadwal sistem genap, karena bentuk stikernya sama, maka stiker ganjil ditempel /ditimpa dengan stiker genap menggunakan isolasi transparan (tidak menggunakan lem) sehingga yang terlihat adalah stiker genap didukung plat nomor genap (palsu).

Atas dasar itu saya mengusulkan agar bentuk stikernya berbeda. Misalnya genap tetap ukuran 10 cm x 15 cm, sedangkan yang ganjil berbentuk bulat dengan diameter 15 cm sehingga kalau stiker ganjil ditimpa stiker genap atau sebaliknya, dengan mudah bisa diketahui atau dipantau.

Hariyanto Imadha

BSD Nusaloka Sektor XIV-5

Jl.Bintan 2 Blok S1/11

Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Sistem ERP Hanya untuk Orang Kaya Konglomerat dan Koruptor

Image

KEMACETAN lalu lintas di Jakarta luar biasa. Penyebabnya, pertambahan jumlah kendaraan ibarat deret ukur. Sedangkan pertambahan panjang dan lebar jalan ibarat deret hitung. Tidak akan ada titik temu. Ada usaha untuk mengurangi kemacetan, antara lain kebijakan “3 in 1”, namun dinilai gagal. Lantas ada gagasan menerapkan sistem GG (ganjil genap). Namun ada logika, kalau di negara lain gagal, maka di Indonesiapun pasti gagal. Ada gagasan yang menggunakan logika, kalau sistem ERP berhasil di negara lain, maka di Indonesia pasti juga berhasil. Padahal, semuanya belum tentu.

Sistem GG maupun sistem ERP masing-masing punya kelebihan dan kelemahan. Sistem GG, jika berhasil, bisa mengurangi kemacetan pada ruas tertentu sekitar 40%. Sistem ERP, jika bisa mengurangi kemacetan, angkanya belum bisa dipastikan. Artinya, jika tarif ERP murah, maka tetap terjadi kemacetan. Jika tarifnya pas, sulit dipastikan berapa tarif pas karena kemampuan ekonomi pemilik kendaraan pribadi tidak sama. Jika mahal, maka sistem ERP hanya untuk orang kaya, konglomerat atau para koruptor saja. Artinya, walaupun sama-sama membayar pajak, namun ada diskriminasi dalam pelayanan berlalu lintas.

Perlu dicatat bahwa keberhasilan sistem ERP bdi Singapura tidak semata-mata hanya karena sistem tersebut, tetapi adanya kebijakan-kebijakan lainnya. Antara lain, di samping tersedianya transportasi umum yang secara kualitas dan kuantitas memadai (yang belum dimiliki pemerintah Indonesia), juga adanya pembatasan kepemilikan kendaraan (yang pemerintah Indonesia tidak berani memberlakukannya), pajak kendaraan bermotor yang sangat tinggi (yang pemerintah Indonesia ragu-ragu untuk memberlakukannya), dan tarif parkir yang sangat tinggi di lokasi-lokasi komersial (yang pemerintah Indonesia takut diprotes para pemilik kendaraan bermotor). Dan yang lebih parah adalah sikap mental masyarakat Indonesia yang lebih suka naik kendaraan pribadi daripada naik transportasi umum. Apakah sistem ERP bisa mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta? Berapa persen? Masih meragukan. Yang pasti sistem ERP hanya untuk orang kaya, konglomerat dan koruptor  sekaligus merupakan diskriminasi berlalu lintas bagi para pembayar pajak kendaraan bermotor.

Hariyanto Imadha

BSD Nusaloka Sektor XIV-5

Jl.Bintan 2 Blok S1/11

Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Jakarta Bebas Premium Sangat Dimungkinkan

JAKARTA-BebasPremiumSangatDimungkinkan

GAGASAN untuk menjadikan Jakarta sebagai kota bebas BBM Premium itu baik-baik saja. Sebab, tujuannya tidak hanya untuk menghemat pemakaian BBM Premium, tetapi juga untuk “memaksa” pengguna kendaraan pribadi  (mobil/motor)  untuk pindah ke bus TransJakarta atau transportasi umum lainnya. Kenapa demikian? Sebab, walaupun ada sistem GG (Ganjil-Genap) ataupun nantinya ada sistem ERP (Electronic Road Pricing), pengguna kendaraan pribadi tetap akan lebih suka menggunakan kendaraan pribadi.

Ada beberapa alasan kenapa orang lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan naik transportasi umum (walaupun murah, nyaman, dan aman atau mewah sekalipun ). Antara lain faktor praktis (tidak perlu pindah-pindah moda transportasi), kecepatan, harga kendaraan pribadi terjangkau, jauh lebih nyaman, lebih hemat, kebutuhan, mampu menjangkau semua tujuan, privasi, keamanan dan keselamatan dan faktor status sosial.

Namun, sebaiknya BBM Premium tetap bisa dibeli transportasi umum dan motor. Caranya, dengan mengeluarkan KJPre (Kartu Jakarta Premium) yang bisa digunakan untuk membeli BBM Premium di Jakarta saja. KJPre bentuknya seperti kalender dan berlaku satu tahun (satu paket KJPre berisi 12 kartu. Masing-masing untuk bulan Januari dan seterusnya), yaitu berdasarkan tanggal. Misalnya tanggal 1, diperbolehkan membeli BBM Premium  satu kali saja (dianjurkan membeli full tank). Kemudian oleh petugas tanggal 1 dicoret memakai spidol permanen atau dilobangi. Jika hilang, dikenakan biaya pembelian KJPre dengan harga yang lumayan mahal. Logikanya, kalau Jokowi-Basuki mampu mencetak jutaan KJS (Kartu Jakarta Sehat) dan KJP (Kartu Jakarta Pintar), tentunya harus mampu mencetak jutaan KJPre sesuai dengan nomor STNK kendaraan yang bersangkutan. Tentu, KJPre harus dibuat sedemikian rupa sehingga sangat sulit untuk dipalsukan. Kendaraan lain punya dua pilihan. Yaitu, membeli BBM Premium di Bodetabek atau membeli Pertamax di Jakarta. Usul boleh,kan? .(Sumber foto: diviarso.wordpress.com).

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang Selatan

JAKARTA: Kenapa Tidak Gabungan Sistem GG dan Sistem ERP Saja?

SURATPEMBACA-JakartaKenapaTidakGabunganSistemGGDanSistemERPSaja

BEBERAPA bulan lagi akan diterapkan sistem GG (ganjil-genap). Suara pro kontra pasti ada. Itu biasa. Tapi bukan di situ persoalan pokoknya, sebab tujuan sistem GG memang baik. Persoalannya adalah, betapa ribetnya sistem ini. Harus memasang stikerlah, CCTVlah, ANPRlah, menyiapkan tenaga tilanglah, menyiapkan banyak satpol-PPlah dan keribetan-keribetan lainnya.

Sedangkan sistem ERP lebih praktis. Genap atau ganjil boleh melalui kawasan tertentu asal bayar dengan tarif yang cukup tinggi. Masalahnya, ini juga masih terkendala dasar hukum dan sarana dan prasarananya. Kenapa sih tidak dibuat kebijakan yang praktis tetapi efektif, yaitu gabungan antara sistem GG (yang disederhanakan) dengan sistem ERP (yang disederhanakan) di mana rute tersebut harus tersedia jalur lambat yang bebas dari kedua sistem tersebut.

Cukup membangun pintu gerbang semacam pintu gerbang jalan tol. Pengemudi cukup menunjukkan STNK asli ke petugas di loket. Jika memenuhi syarat GG, maka boleh jalan langsung tanpa membayar. Tetapi, jika tidak memenuhi syarat, harus membayar sesuai tarif ERP, misalnya Rp 50.000 sekali lewat. Bagi kawasan yang ada jalur lambatnya, sebaiknya dinyatakan jalur bebas sistem GG dan sistem ERP. Bagi yang belum ada jalur lambatnya, perlu dibangun jalur lambat (cukup memasang separator). Celah yang memungkin kendaraan masuk dari jalur lambat ke jalur cepat atau dari jalur cepat ke jalur lambat harus ditutup. Gabungan sistem GG dan sistem ERP jauh lebih praktis dan tetap efektif untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Sistem GG tidak menghasilkan uang sedangkan sistem ERP bisa menghasilkan uang yang bisa digunakan untuk membeli  lagi transportasi umum. Gabungan sistem ini  (sistem GG-ERP) bisa mengurangi pemalsuan plat nomor, pemilik mobil/motor tidak perlu membeli mobil/motor lagi dan juga mengurangi gejolak sosial maupun gejolak protes. Demikian usul saya.

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Perlu Penataan Transportasi Umum Kota Jakarta

JAKARTA sebagai ibukota negara Indonesia seharusnya memberikan contoh yang baik bagi kota-kota lain, terutama dalam hal pengelolaan transportasi umum. Terutama bus kota, Kopaja, Metromini dan semacamnya. Selama in mereka berhenti di mana saja, menaikkan dan menurunkan penumpang di mana saja,  yang berakibat menambah kemacetan lalu lintas. Kondisi kendaraannya juga sudah banyak yang tua, kursi jebol dan pelayanan yang buruk. Pantaslah, banyak warga Jakarta yang akhirnya memilih menggunakan mobil pribadi atau motor pribadi dibandingkan naik transportasi umum yang pelayanannya secara umum masih buruk.

Idealnya, semua bus kota, Kopaja maupun Metromini meniru manajemen bus TransJakarta. Antara lain lantai bus yang tinggi dan lantai halte yang juga setinggi lantai bus TransJakarta. Oleh karena itu secara bertahap bus kota, Kopaja dan Metromini juga perlu diremajakan dan diganti dengan yang laintainya tinggi dan bisa dilakukan dengan cara memodifikasi. Dengan kata lain, contohlah bus mini TransYogya yang mirip bus TransJakarta. Dengan demikian semua halte di Jakarta juga harus direnovasi, ditinggikan dan berada tepat di pinggir jalan. Bisa juga dibangun halte mini yang hanya memuat beberapa orang saja. Jika memungkinkan, perlu juga kota-kota penyangga memiliki bus TransBogor, TransDepok, TransTangerang, dan TransBekasi dengan tarif sama dengan TransJakarta dan menghubungkan kota-kota penyangga dengan Jakarta dan menyambung dengan halte yang merupakan jaringan TransJakarta.

Jika semua transportasi umum di Jakarta mempunyai pola yang sama, yaitu berlantai tinggi dengan halte yang berlantai tinggi pula, maka semua transportasi umum akan menaikkan dan menurunkan penumpang di halte. Sedikit banyak bisa mengurangi kemacetan lalu lintas. Saya yakin Jokowi-Ahok sebagai gubernur dan wakil gubernur baru,  sudah memikirkan semua hal yang berhubungan dengan transportasi umum. Semoga Jakarta benar-benar berubah menjadi lebih baik.

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Mencegah Terjadinya Tawuran Antar Pelajar

TAWURAN antar pelajar sudah terjadi puluhan tahun yang lalu, terutama di kota-kota besar, lebih terutama lagi di kota Jakarta. Mereka kebanyakan mempersenjatai diri dengan senjata tajam dan senjata tumpul. Paling sering mereka saling lempar batu. Bahkan ada yang terluka ataupun tewas. Lantas sering ada pihak yang saling menyalahkan antara pihak sekolah, orang tua dan pemerintah. Tidak pernah ada solusi pencegahan.

Mengingat polri merupakan institusi penegak ketertiban dan keamanan, barangkali ada baiknya membentuk sistem pencegahan dini tawuran antarpelajar. Yaitu membentuk tim pencegahan tawuran antarpelajar terdiri polri bermotor yang mengadakan patroli saat menjelang bubaran sekolah terutama di sekolah-sekolah yang rawan tawuran. Begitu ada indikasi akan terjadinya tawuran, segera polri mengirim personilnya dalam jumlah yang memadai.

Untuk keperluan itu memang perlu dibentuk sistem yang efektif. Terutama pemasangan CCTV di dekat atau di sekitar sekolah yang rawan tawuran. Tak kalah pentingnya polri memberikan pengarahan langsung ke pelajar di sekolah. Menanamkan pengertian bahwa pelaku kekerasan termasuk tindakan pidana yang bisa dijatuhi sanksi hukum. Pihak sekolahpun perlu mengajak pihak orang tua pelajar agar mampu mengendalikan perilaku putra-putrinya. Dan semua sekolah sudah memiliki nomor telepon polisi yang berwenang menangani tawuran.Masyarakatpun perlu mengetahui nomor polisi pengaduan apabila terjadi atau akan terjadi tawuran antar pelajar. Perlu juga polri dan pihak sekolah mewajibkan para pengajar dan pelajar memasukkan nomor telepon polisi di ponsel masing-masing. Tampaknya, sistem demikian belum ada. Semoga terealisasi.

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Kemacetan Akibat Kesalahan Berlogika

HENRY FORD pernah berkata, bahwa pekerjaan yang paling sulit adalah berpikir. Maksudnya, berpikir serius dan berlogika yang benar. Demikian pula, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di jakarta, harus menggunakan logika yang benar. Semua orang tahu, bahwa pertambahan kendaraan ibarat deret ukur. Sedangkan pertambahan jalan dan transportasi umum, ibarat deret hitung. Di mana titik temunya? Kalau Anda mengerti imu matematika, maka jawaban yang tetapt yaitu : tidak ada titik temunya. Akibatnya, Jakarta tetap macet. Bahkan, jalan tolpun macet.

Logika yang benar, tidak bertumpu pada mempercepat deret hitung, melainkan memperlambat deret ukur. Artinya, di samping menambah jalan dan transportasi umum, harus diikuti kebijakan mengurangi penggunaan mobil pribadi. Sebab, sebagian besar mobil pribadi hanya diisi satu dua orang saja. Banyak caranya. Antara lain menaikkan pajak mobil dan tarif mobil secara signifikan, penerapan sistem genap-ganjil (dengan menerapkan STNK elektronik), pembatasan usia kendaraan dan banyak cara lainnya.

Namun, prioritas utama adalah menambah transportasi umum. Andaikan seluruh biaya pembuatan jalan baru dan jalan layang dibelikan bus TransJakarta, mungkin cukup untuk membeli sekitar 1.000 buah bus Transjakarta. Jadi, walaupun nanti Jakarta memiliki MRT, termasuk monorail, kalau tidak diimbangi pembatasan penggunaan mobil pribadi, Jakarta akan tetap macet. Logikanya demikian.

 
Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318

SURAT PEMBACA: Warga DKI Jakarta Jangan Menjadi Golput Fundamental

HAMPIR tiap pemilu/pemilukada, golput selalu menjadi pemenangnya. Baikkah? Belum tentu. Sebab, sebenarnya ada tiga macam golput. Yaitu, golput fundamental, golput situasional dan golput rasional. Ketiga macam golput itu harus dipahami para golputer supaya mereka tahu apa kelemahan dan kelebihan mereka bersifat golput.

Golput fundamental. Dasar pemikirannya adalah apatisme. Parpol apapun dan politisi siapapun yang akan maju, dianggap tidak bisa dipercaya lagi. Anggapan mereka, semua parpol dan politisi adalah pembohong rakyat dan bermental korup. Golput situasional. Yaitu, golput karena situasi. Antara lain, karena sakit, dalam perjalanan jauh, terpengaruh orang lain, sibuk bekerja yang tidak bisa ditinggalkan, mencari uang (karena sangat miskin), karena cacat fisik yang tidak memungkinkan pergi ke TPS, karena sedang ada musibah (keluarga meninggal), lebih baik menikmati hari libur  dan karena situasi-situasi lainnya.

Sedangkan golput rasional adalah mereka yang berpikir rasional. Jika, tidak ada parpol/politisi yang berkualitas, mereka akan golput. Tetapi, jika ada parpol/politisi yang berkualitas, merekapun tidak golput dan datang ke TPS untuk memilih. Karena pada Pemilu DKI Jakarta 2012 ada calon pemimpin yang berkualitas, walaupun saya bukan warga DKI Jakarta, saya mengimbau para warga DKI Jakarta yang menjadi golput fundamentalis maupun golput situasional, beralih menjadi golput rasional. Artinya, karena ada calon yang berkualitas, sebaiknya pada putaran kedua nanti, warga DKI Jakarta yang semula golput, jangan golput lagi. Gunakan hak pilih Anda demi perubahan Kota Jakarta secara signifikan.

 Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318

SURAT PEMBACA: Surat Terbuka untuk Para Cagub-Cawagub DKI Jakarta


SEBENTAR lagi, DKI Jakarta akan punya “gawe” pilkada, yaitu pemilihan gubernur. Kabarnya, ada belasan cagub-cawagub yang sudah mendaftar. Tentu, mereka adalah orang-orang yang punya modal politik dan modal uang yang cukup kuat. Tentu, mereka sudah mempersiapkan visi dan misi yang indah dan memukau para calon pemilihnya.

Namun yang jadi masalah adalah, semua gubernur DKI Jakarta saya nilai gagal mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. Monorail mangkrak. Subway masih terbatas wacana. Jumlah busTrans busway sedikit dan tidak nyaman. lalu lintas semrawut. Jumlah pertambahan jalan ibarat deret hitung, sedangkan pertambahan kendaraan ibarat deret ukur. Tidak akan ada titik temu. Semua kebijakan selama ini mubazir saja. Sebab, tak ada kebijakan untuk mengurangi penggunaan mobil pribadi.

Percuma para pemilik kendaraan bermotor membayar pajak kendaraan selama bertahun-tahun, tapi imbal prestasinya tidak ada. Masyarakat membutuhkan seorang gubernur yang memiliki kecerdasan dan bukan seorang gubernur yang ahli berwacana. Atas dasar itu, saya mengimbau para cagub-cawagub DKI Jakarta: “Jika Anda terpilih dan dalam waktu satu tahun Anda tidak mampu mengatasi kemacetan lalu lintas, saya mohon Anda mengundurkan diri secara baik-baik”.

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S-1
Tangerang 15318