Tag Archives: iklan

SURAT PEMBACA: Tidak Etis Ustdaz/Ustadzah Menjadi Bintang Iklan Produk Komersil

DI ARAB SAUDI  , istilah ustadz punya kedudukan tinggi. Hanya mereka yang bergelar  doktor (S-3) yang telah menyandang predikat profesor saja yang berhak diberi predikat Al-Ustadz. Yang berarti  profesor di bidang ilmu agama. Sedangkan di Indoinesia, istilah ustadz berarti guru agama biasa. Tugasnya yaitu mengajarkan agama Islam ke masyarakat terutama secara langsung ataupun tidak langsung, termasuk melalui televisi.

Sayang, beberapa ustadz lebih sering tampil di televisi bukan sebagai ustadz, tetapi lebih sebagai bintang iklan produk komersil. Dalam hal ini jelas pihak perusahaan telah memanfaatkan atau bahkan memperalat pengaruh ustadz terhadap para umat Islam agar membeli produk komersilnya. Artinya, iklan tersebut telah menunggangi dan membelokkan tugas dan fungsi ustadz yang sesungguhnya. Sehingga muncul istilah ustadz komersil.

Boleh saja seorang ustadz menjadi iklan, asal iklan yang berhubungan dengan kemaslahatan umat. Misalnya, iklan pencerahan tentang keluarga berencana, iklan yang bersifat memotivasi, iklan penyadaran tentang pentingnya mempertahankan NKRI dan semacamnya. Namun, kalau seorang ustadz sudah mengkomersilkan ketenarannya sebagai ustadz, demi kepentingan produk komersil, maka itu sudah memasuki wilayah etika. Artinya, kurang etis kalau seorang ustadz mempengaruhi umatnya agar membeli produk komersil tertentu. Bukan lagi demi kepentingan umat, melainkan demi kepentingan keuntungan pengusaha.

 Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318

SURAT PEMBACA: Sudah Ganti Makanmu Merupakan Iklan Katrok

SUDAH beberapa hari ini di berbagai televisi ditayangkan iklan “Sudah Ganti makanmu” yang dibintangi Tukul Arwana. Pesan yang disampaikan yaitu imbauan agar masyarakat berganti pola makannya dari nasi ke singkong atau jagung. Alasannya mungkin dalam rangka keanekaragaman pangan.

Namun saya menilai, iklan tersebut merupakan langkah mudur. Seharusnya, justru  masyarakat diusahakan agar mampu beralih dari makan singkong, jagung ataupun sagu ke pola makan nasi. Sengan demikian, iklan  tersebut mencerminkan ketidakmampuan pemerintah dalam berswasembada pangan.

Di samping itu kata “katrok” yang diucapkan Tukul Arwana tersebut juga terkesan melecehkan  dan menyinggung masyarakat, seolah-olah mereka yang tidak mau berpindah pola makannya dari nasi ke singkong atau jagung dianggap sebagai masyarakat katrok. Justru, iklan tersebutlah yang katrok karena merupakan imbauan yang menyesatkan. Sebab, justru masyarakat yang terbiasa makan singkong, jagung dan sagu ingin beralih ke pola makan nasi. Masalahnya, mereka tidak mampu membeli beras.

Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S-1/11
Tangerang 15318