Tag Archives: lalu lintas

Sistem Ganjil-Genap Perlu Dialog, Simulasi dan Uji Coba Terbatas

Image

KALAU jadi dan tidak meleset, khabarnya mulai Juni akan diberlakukan sistem GG (ganjil-genap) di beberapa ruas tertentu. Itupun kalau jadi. Andaikan jadi, tentunya sudah ada persiapan yang matang dan sempurna. Meskipun demikian, sebuah kebijakan yang menyangkut orang banyak harus diadakan terlebih dialog, simulasi dan uji coba terbatas.

Dialog merupakan acara tanya jawab, antara perwakilan rakyat atau siapa saja dengan pihak Pemrov DKI Jakarta. Sebaiknya dilakukan di televisi. Dengan demikian masyarakat bisa mempunyai gambaran yang lengkap tentang rencana penerapan sistem GG tersebut. Ada juga baiknya dilakukan simulasi kecil-kecilan tentang pelaksanaan sistem tersebut. Bisa berupa animasi-komputerisasi ataupun berupa video pelaksanaan ganjil-genap di negara lain yang dinilai sukses. Dan terakhir perlu adanya uji coba terbatas antara beberapa anggota masyarakat yang pada posisi mengakali sistem tersebut dengan berbagai cara.

Dengan adanya dialog, simulasi dan uji coba terbatas, maka sebelum sistem tersebut dilaksanakan, akan bisa diketahui berbagai kelemahan dan kemudian dicari alternatif solusinya. Dengan demikian, bisa diambil keputusan apakah sistem tersebut perlu dilanjutkan ataukan ditunda atau bahkan dibatalkan. Namun saya percaya, jika sistem tersebut direncanakan secara matang dan sempurna, niscaya Pemrov DKI Jakarta layak dijadikan contoh bagi daerah-daerah lain di Indonesia.

 

SURAT PEMBACA: Bentuk Stiker Ganjil-Genap Harus Berbeda

Image

TIAP kebijakan pemerintah yang tujuannya baik, sebaiknya kita dukung. Jika berpotensi mengandung kelemahan-kelemahan, sebaiknya kita memberikan alternatif solusi. Jangan sampai kita asal menolak tetapi tidak memberikan solusi. Oleh karena itu kebijakan sistem GG (ganjil-genap) untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di jakarta (sebaiknya diterapkan di Jabodetabek) harus kita dukung.

Kabarnya, basis sistem GG adalah menggunakan stiker hologram. Kalau tidak salah, ukurannya 10 Cm X 15 Cm dibedakan warna merah dan warna hijau. Yang saya khawatirkan adalah apabila stiker ganjil-genap ukurannya sama. Sebab itu rawan diakal-akali. Misalnya, hari ini sistem ganjil, kaca mobil tentu saja mengggunakan stiker ganjil dan plat nomor ganjil (asli). Besok jadwal sistem genap, karena bentuk stikernya sama, maka stiker ganjil ditempel /ditimpa dengan stiker genap menggunakan isolasi transparan (tidak menggunakan lem) sehingga yang terlihat adalah stiker genap didukung plat nomor genap (palsu).

Atas dasar itu saya mengusulkan agar bentuk stikernya berbeda. Misalnya genap tetap ukuran 10 cm x 15 cm, sedangkan yang ganjil berbentuk bulat dengan diameter 15 cm sehingga kalau stiker ganjil ditimpa stiker genap atau sebaliknya, dengan mudah bisa diketahui atau dipantau.

Hariyanto Imadha

BSD Nusaloka Sektor XIV-5

Jl.Bintan 2 Blok S1/11

Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Sistem ERP Hanya untuk Orang Kaya Konglomerat dan Koruptor

Image

KEMACETAN lalu lintas di Jakarta luar biasa. Penyebabnya, pertambahan jumlah kendaraan ibarat deret ukur. Sedangkan pertambahan panjang dan lebar jalan ibarat deret hitung. Tidak akan ada titik temu. Ada usaha untuk mengurangi kemacetan, antara lain kebijakan “3 in 1”, namun dinilai gagal. Lantas ada gagasan menerapkan sistem GG (ganjil genap). Namun ada logika, kalau di negara lain gagal, maka di Indonesiapun pasti gagal. Ada gagasan yang menggunakan logika, kalau sistem ERP berhasil di negara lain, maka di Indonesia pasti juga berhasil. Padahal, semuanya belum tentu.

Sistem GG maupun sistem ERP masing-masing punya kelebihan dan kelemahan. Sistem GG, jika berhasil, bisa mengurangi kemacetan pada ruas tertentu sekitar 40%. Sistem ERP, jika bisa mengurangi kemacetan, angkanya belum bisa dipastikan. Artinya, jika tarif ERP murah, maka tetap terjadi kemacetan. Jika tarifnya pas, sulit dipastikan berapa tarif pas karena kemampuan ekonomi pemilik kendaraan pribadi tidak sama. Jika mahal, maka sistem ERP hanya untuk orang kaya, konglomerat atau para koruptor saja. Artinya, walaupun sama-sama membayar pajak, namun ada diskriminasi dalam pelayanan berlalu lintas.

Perlu dicatat bahwa keberhasilan sistem ERP bdi Singapura tidak semata-mata hanya karena sistem tersebut, tetapi adanya kebijakan-kebijakan lainnya. Antara lain, di samping tersedianya transportasi umum yang secara kualitas dan kuantitas memadai (yang belum dimiliki pemerintah Indonesia), juga adanya pembatasan kepemilikan kendaraan (yang pemerintah Indonesia tidak berani memberlakukannya), pajak kendaraan bermotor yang sangat tinggi (yang pemerintah Indonesia ragu-ragu untuk memberlakukannya), dan tarif parkir yang sangat tinggi di lokasi-lokasi komersial (yang pemerintah Indonesia takut diprotes para pemilik kendaraan bermotor). Dan yang lebih parah adalah sikap mental masyarakat Indonesia yang lebih suka naik kendaraan pribadi daripada naik transportasi umum. Apakah sistem ERP bisa mengurangi kemacetan lalu lintas di Jakarta? Berapa persen? Masih meragukan. Yang pasti sistem ERP hanya untuk orang kaya, konglomerat dan koruptor  sekaligus merupakan diskriminasi berlalu lintas bagi para pembayar pajak kendaraan bermotor.

Hariyanto Imadha

BSD Nusaloka Sektor XIV-5

Jl.Bintan 2 Blok S1/11

Tangerang Selatan

SURAT PEMBACA: Sistem Ganjil-Genap Harus Didukung E-STNK

TUJUAN Sistem GG (Ganjil-Genap) memang baik, yaitu diharapkan bisa mengurangi angka kemacetan di jakarta sekitar 40%. Namun memiliki persyaratan yang cukup ketat. Antara lain tersedianya angkutan umum yang secara kualitas maupun kuantitas memadai. Ini bisa dilakukan Pemprov DKI Jakarta. Namun, masalah yang paling sulit dan kurang realistis dilakukan yaitu apabila pengawasannya dilakukan secara manual atau menggunakan tenaga manusia. Sistem stikerpun tidak efektif karena masih bisa diakal-akali karena setiap waktu bisa dilepas dan plat nomor polisipun setiap hari bisa diganti dengan nomor palsu.

Sistem ERP-pun bertujuan baik. Karena, di samping bisa mengurangi kemacetan lalu lintas, juga bisa memberikan pemasukan dana yang sangat besar yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan atau keperluan lainnya yang ada relevansinya dengan lalu lintas. Namun, apabila biayanya terjangkau, kemacetan akan tetap terjadi. Sebaliknya, jika biayanya mahal, maka sistem ERP hanya bisa dinikmati para orang kaya, konglomerat dan para koruptor. Membuat tarif yang pas tidak mudah karena kemampuan tiap pemilik kendaraan berbeda-beda. Kesuksesan sistem ERP di Singapura lebih dikarenakan mahalnya pajak kendaraan bermotor dan tidak semata-mata karena sistem ERP itu sendiri.

Kalau memang tujuannya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas hingga sekitar 40%, maka sistem GG memang baik. Namun, harus didukung E-STNK (Electronic STNK) berupa card. E-STNK bukan pengganti STNK, melainkan pendamping plat nomor asli. Pembuatannya tidak sesulit E-KTP karena hanya memuat nomor polisi mobil yang bersangkutan. Caranya, tiap kali memasuki pintu gerbang sistem GG, maka E-STNK dimasukkan ke scanner khusus E-STNK. Pintu portal otomatis terbuka dan otomatis tertutup saat kendaraan telah melewatinya. Namun,pembuatan STNK ini membutuhkan waktu sekitar 1 (satu) tahun.  Sistem GG dengan menggunakan E-STNK lebih efektif karena tidak membutuhkan personil terlalu banyak.  Sistem GG juga harus diimbangi dinaikkannya pajak kendaraan dan tarif parkir yang cukup tinggi di tempat-tempat tertentu (tempat perbelanjaan dan tempat-tempat komersial lainnya) sehingga sistem GG-pun bisa menghasilkan uang walaupun dari sisi lain.

Hariyanto Imadha

BSD Nusaloka Sektor XIV-5

Jl.Bintan 2 Blok S1/11

Tangerang Selatan

JAKARTA: Usul Hal Hal Yang Harus Disiapkan di Kawasan Ganjil-Genap

SURATPEMBACA-UsulHalHalYangHarusDisiapkanDiKawasanGanjilGenap

KEMACETAN lalu lintas disebabkan karena pertambahan kendaraan ibarat deret ukur, sedangkan pertambahan jalan dan transportasi umum ibarat deret hitung. Di mana titik temunya? Tidak ada, kecuali dengan sistem ganjil-genap (sistem GG) dan pertambahan transportasi umum yang memadai baik kuantitas maupun kualitas.

Tetapi apa yang harus disiapkan di kawasan GG? Diasumsikan bahwa sistem GG hanya bisa dilakukan satu jalur yang panjang, tidak ada persimpangan jalan dan tidak ada jalan masuk dari jalur cepat ke jalur lambat  atau dari jalur lambat ke jalur cepat. Lantas, bagaimana solusinya.

Menurut penulis: (1). Di awal kawasan GG harus ada petugas yang bertugas mengalihkan kendaraan yang tidak berhak memasuki kawasan GG ke jalan alternatif.Juga ada petugas pembagi atau penempel stiker . Penempelan sesudah melihat STNK. (2).Tiap persimpangan dipasang rambu pemberitahuan belok kiri /kanan ke jalur cepat merupakan kawasan GG. Boleh belok kiri/kanan di jalur lambat. (3). Jalur lambat sebaiknya dinyatakan sebagai jalur bebas sistem GG. (4)Jalan masuk dari jalur cepat ke jalur lambat dan dari jalur lambat ke jalur cepat sebaiknya ditutup (kecuali di kawasan jembatan Semanggi perlu ada kekhususan).(5). Kawasan GG yang tidak memiliki jalur lambat diberlakukan sebagai kawasan GG penuh.(6).Untuk pemantauan plat nomor polisi, sebaiknya di awal dan akhir kawasan GG dipasang CCTV atau sarana ANPR juga ada pos pemeriksaan STNK (PPS) yang tiap 30 menit  (dilengkapi timer yang bisa berbunyi tiap 30 menit) memeriksa STNK secara acak. PPS harus ada di awal dan di akhir kawasan GG.  (7).Perlu dipasang rambu GG serta pemberitahuan tentang denda tinggi (misalnya Rp 1.000.000) bagi para pelanggarnya. Rambu harus dibuat dalam jumlah yang memadai dan diletakkan dalam posisi yang menyolok (catch eye).(8).Untuk jangka menengah dan jangka panjang perlu dibuat e-STNK dilengkapi scanner e-STNK sebagai pendamping plat nomor sehingga tidak ada gunanya memakai plat nomor palsu.(9).Penegakan hukum berupa tilang biasa maupun tilang eletronik dengan denda yang cukup tinggi. (10).Perlu  evaluasi dan penyempurnaan sistem GG. Jokowi-Ahok jangan ragu-ragu untuk melaksanakan sistem GG tersebut. Demikian usul saya. (Hariyanto Imadha).

SURAT PEMBACA: Sistem Ganjil-Genap Perlu Didukung e-STNK

SURATPEMBACA-SistemGanjilGenapPerluDidukungESTNK

SURAT PEMBACA: Kemacetan Akibat Kesalahan Berlogika

HENRY FORD pernah berkata, bahwa pekerjaan yang paling sulit adalah berpikir. Maksudnya, berpikir serius dan berlogika yang benar. Demikian pula, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di jakarta, harus menggunakan logika yang benar. Semua orang tahu, bahwa pertambahan kendaraan ibarat deret ukur. Sedangkan pertambahan jalan dan transportasi umum, ibarat deret hitung. Di mana titik temunya? Kalau Anda mengerti imu matematika, maka jawaban yang tetapt yaitu : tidak ada titik temunya. Akibatnya, Jakarta tetap macet. Bahkan, jalan tolpun macet.

Logika yang benar, tidak bertumpu pada mempercepat deret hitung, melainkan memperlambat deret ukur. Artinya, di samping menambah jalan dan transportasi umum, harus diikuti kebijakan mengurangi penggunaan mobil pribadi. Sebab, sebagian besar mobil pribadi hanya diisi satu dua orang saja. Banyak caranya. Antara lain menaikkan pajak mobil dan tarif mobil secara signifikan, penerapan sistem genap-ganjil (dengan menerapkan STNK elektronik), pembatasan usia kendaraan dan banyak cara lainnya.

Namun, prioritas utama adalah menambah transportasi umum. Andaikan seluruh biaya pembuatan jalan baru dan jalan layang dibelikan bus TransJakarta, mungkin cukup untuk membeli sekitar 1.000 buah bus Transjakarta. Jadi, walaupun nanti Jakarta memiliki MRT, termasuk monorail, kalau tidak diimbangi pembatasan penggunaan mobil pribadi, Jakarta akan tetap macet. Logikanya demikian.

 
Hariyanto Imadha
BSD Nusaloka Sektor XIV-5
Jl.Bintan 2 Blok S1/11
Tangerang 15318